Minggu, 11 Januari 2015

Taken 3 [Movie Review]

"IT ENDS HERE" well let's hope so...


Ada dua jenis movie franchise, yang pertama adalah franchise film yang memang dari awal direncanakan untuk menjadi beberapa seri film dan yang kedua adalah franchise film yang tidak direncanakan sebelumnya, biasanya dibuat karena film yang pertama laku keras di pasaran. Jika pada franchise film yang memang telah di-set sebagai franchise baik itu dwilogi, trilogi, tetralogy dan lain sebagainya, sequel film cenderung dapat lebih berkembang dan lebih matang dari film pertama karena cerita yang memang berkembang seperti contohnya franchise saduran dari berbagai novel seri terkenal sebut saja Harry Potter, Hunger Games, Lord of the Rings, atau film yang diangkat dari komik seperti Trilogi Batman, sequel-sequel franchisenya cenderung lebih bagus dari film pertamanya, maka sebaliknya Franchise aji mumpung yang mengandalkan kesuksesan film pertamanya cenderung memiliki sequel yang flop, setidaknya dari segi kualitas.

Sayangnya Taken termasuk kategori yang kedua, film pertamanya begitu menarik, segar, seru, dan thrilling yang secara tidak terduga begitu sukses di pasaran, hal ini mendorong Hollywood membuat sequel kedua bahkan ketiganya, yang sayangnya tidak mampu bahkan untuk mendekati film pertamanya. Namun setidaknya seri pamungkas film ini tidak se"hancur" film kedua nya.

Film ketiga ini menceritakan Liam Neeson yang berusaha mencari pmbunuh istrinya sementara harus menghindari kejaran polisi yang ingin menangkapnya karena pembunuhan tersebut, well tidak ada yang benar-benar diculik dalam film ini seperti dua seri sebelumnya. Walaupun tidak sulit ditebak Taken 3 "masih" menawarkan alur cerita yang lumayan, walaupun aksi Neeson tidak se-enerjik dulu lagi.

Satu lagi yang cukup mengganggu yaitu akting Forest Whitaker yang berusaha tampil sebagai detektif cerdas tapi menurut saya gagal dan lebay, sepertinya dia belum move on dari karakter Idi Amin yang membawanya meraih oscar tahun 2006 dalam Last King of Scotland, come on enough already...

MMDB : 65/100



Rabu, 07 Januari 2015

Gone Girl [Movie Review]


Gone Girl, drama thriller berdurasi 149 menit yang penuh twist sepanjang film, kita akan dipaparkan sederetan clue dan dipersilahkan untuk menebak-nebak, tapi pada akhirnya tetap saja kita akan dikejutkan dengan plot film ini.

Saat Amy, sang istri secara tiba-tiba menghilang dari rumah, meninggalkan Nick Dunne sang suami yang kebingungan, awalnya simpati mengalir kepada sang suami yang tengah berduka, namun lambat laun bukti-bukti yang ditemukan berkata sebaliknya.

Dengan kejutan-kejutan tak terduga, durasi dua setengah jam sama sekali tidak terasa, hanya sedikit lambat di menit-menit awal, namun setelah Amy menghilang cerita berubah menjadi sangat menarik.
Bahkan saat kita mengira cerita telah clear maka itu belum ada setengah dari perjalanan roller coaster thriller psikologis cerdas ini.


Sebuah Masterpiece dari sutradara David Fincher, yang mampu memvisualisasikan cerita saduran dari novel berjudul sama ini dengan baik, terimakasih kepada perfoma akting yang prima dari Rosamund Pike sebagai Amy Dunne dan Ben Affleck sebagai Nick Dunne. Terutama karakter Amy Dunne yang diperankan secara sangat meyakinkan oleh Rosamund Pike. Alur tidak linier namun mudah diikuti, sebuah film berkelas yang tetap easy to watch tanpa perlu membuat penontonnya pusing. Salah satu film terbaik tahun 2014.

MMDB : 90/100



Jumat, 02 Januari 2015

The Interview [Movie Review]


Bukan seri terakhir The Hobbit, lanjutan Hunger Games, atau another Marvel superhero movie, tapi film komedi The Interview ini yang adalah my most awaited movie in 2014!!!

Sejak mendengar rumor tentang film ini dan bagaimana jalan ceritanya, film ini langsung mendapat tempat spesial di daftar tunggu saya. Cerita nyeleneh yang sangat berani, karena menyangkut salah satu negara paling "unik" di dunia : Korea Utara.

Disutradarai Evan Goldberg dan Seth Rogen sendiri yang juga menyutradarai salah satu film komedi favorit saya "This Is The End", The Interview tampil vulgar, berani namun tetap lucu dan cerdas tanpa menjadi terlalu satir.


Dave Skylark dan Aaron Rapoport adalah duo presenter-produser yang sukses mengemas acara talkshow selebriti di Amerika, secara kebetulan pemimpin baru Korea Utara, Kim Jong Un adalah fans berat acara tersebut, memanfaatkan itu dua sahabat ini sukses mengatur wawancara kontroversial dengan diktator muda itu, celakanya rencana mereka ini dimanfaatkan CIA yang menugaskan mereka untuk membunuh sang diktator.

Jalan cerita yang sangat berani, bahkan nama Kim Jong Un atau Korea Utara secara blak-blakan disebutkan, hal tersebut menjadikan film ini sangat kontroversial. Puncaknya adalah saat perilisan film ini yang seharusnya dilakukan 25 Desember 2014 tiba-tiba dibatalkan karena adanya ancaman teroris. Sebelumnya SONY sebagai distributor utama film ini telah di Hack yang mengakibatkan beberapa film barunya bocor. Diluar Amerika film ini masih dirilis di bioskop-bioskop namun di Amerika sendiri perilisannya beralih ke media digital, seperti lewat iTunes, dan jaringan film digital lain. Hal ini disisi lain menguntungkan kita di Indonesia yang seperti biasa akan mendapat "soft copy" (bajakan) lebih cepat dari biasanya, karena seperti biasa pula, sangat kecil kemungkinan film seperti ini akan tayang di bioskop, sangat amat kecil...

Dengan premis yang sudah menarik, film ini sama sekali tidak mengecewakan, lelucon yang disajikan cukup sukses membuat tertawa tanpa harus menjadi terlalu slapstic, chemistry Seth Rogen dan James Franco juga mengalir natural. Walaupun tentu saja sebagai film komedi, logic kita saat menontonnya tidak boleh terlalu serius, dan tentu ada banyak hal-hal tidak masuk akal yang ditampilkan, well tentu saja namanya juga film komedi, just sit back relax, tinggakan akal sehat mu dan nikmati film ini. Ditengah semakin sedikitnya film komedi di pasaran The Interview menurut saya bisa menjadi break yang menyenangkan setelah gempuran film super hero, horor, fantasy, dan saduran novel young adult yang sedang ramai.

MMDB : 80/100


Rabu, 24 Desember 2014

The Hobbit - Battle of the Five Armies [Movie Review]


Saya awali review film ini dengan mengatakan bahwa seri pamungkas The Hobbit ini bukanlah seri terbaik dari franchise Middle Earth arahan Peter Jackson, bahkan ini adalah seri paling mengecewakan menurut saya...

Perang Perang dan Perang, kalau mau diringkas itulah inti dari film ini, well judulnya sedikit banyak memang menyiratkan itu.. Entah mungkin Peter Jackson sudah kerasukan roh Michael Bay sehingga terlalu banyak adegan perang maha dahsyat yang lama-lama menjadi monoton dan membosankan. Mungkin keputusan membagi sebuah buku "tipis" menjadi tiga film sesungguhnya kurang tepat, terlalu banyak filler yang dipaksakan pada trilogi ini, jika dalam seri pertama (dan mungkin pada film kedua-nya) trilogi ini "masih" terlihat berjiwa, namun tidak pada seri terakhir ini, it totally lost it.

Visualisasi film ini memang tak tercela, namun entah kenapa saya masih lebih suka adegan-adegan perang pada trilogi Lord of the Rings yang walaupun dibuat dengan teknologi yang lebih "sederhana" namun terlihat lebih indah. Jika pada film pertama adegan Gandalf dan para kurcaci kabur dari kejaran troll sangat memorable, begitu pula di film kedua saat Bilbo dan para kurcaci kabur menggunakan barrel di sungai, maka tidak ada satupun adegan seperti itu di film ketiga ini, karena mungkin kadar action yang over dosis semua terlihat hambar.

Apalagi jika dibandingkan dengan seri penutup trilogi aslinya Lord of the Ring, yaitu Return of the King, yang sungguh sangat mengharukan dan menyentuh, Battle of the Five Armies gagal menciptakan efek yang sama, terkesan film ini hanya tampil melengkapi cerita yang tertunda.

MMDB : 75/100




The Hundred-Foot Journey [movie review]


Hassan Kadam dilahirkan menjadi seorang juru masak handal dan berbakat, bersama keluarganya dia terpaksa meninggalkan India setelah tragedi yang menimpanya dan keluarganya sehingga harus ber-migrasi ke eropa. Terjebak di sebuah desa kecil di pedalaman Perancis sang Papa justru memutuskan meneruskan usaha keluarga dan membangun restoran India disana, celakanya hanya 100 kaki dari restoran mereka telah berdiri sebuah restoran Perancis ternama yang menyandang predikat Michelin Star Restaurant.

Sebuah Feel Good movie yang ringan dan manis, dengan mengangkat tren seputar kuliner yang berpotensi membuat lapar.. Ceritanya cukup simple dan hangat, bahkan cenderung klise, namun disampaikan dengan cukup baik. Sajian yang pas untuk dinikmati saat bersantai dan mampu memberi semangat pada diri sendiri setelah menontonnya.

Sinematografi yang indah, musik yang juga pas. Sebenarnya agak disayangkan film ini tidak sekalian dibuat lebih otentik dengan lebih banyak menggunakan bahasa Perancis dan India, karena menurut saya itu akan jauh lebih menarik dibanding dengan Hollywood logic dimana semua orang dimanapun berbahasa inggris.

MMDB : 80/100



Kamis, 20 November 2014

Hunger Games - Mockingjay . Part 1 [movie review]


Sekali lagi kita di Indonesia diuntungkan karena bisa menyaksikan premier film box-office bahkan lebih cepat dari negara asalnya, seri ketiga Hunger Games, Mockingjay [part1] sudah bisa dinikmati sejak Kamis 20 November 2014, sedangkan di Amrik sana baru bisa disaksikan keesokan harinya tanggal 21 November 2014.

Meneruskan seri sebelumnya saat terakhir Katniss berhasil diselamatkan dari arena Hunger Games oleh distrik 13, Mockingjay secara garis besar menceritakan sepak terjang Katniss sebagai wajah simbol pemberontakan terhadap Capitol yang dimotori oleh distrik 13. Sementara Katniss aman di distrik 13, Peeta tidak berhasil diselamatkan dari arena pertandingan dan kini berada ditangan Capitol.

Mengadopsi tren buku seri yang di filmkan, buku ketiga seri Hunger Games ini-pun dibagi menjadi dua bagian, memberikan ruang cukup luas untuk memasukkan sedetil mungkin cerita asli bukunya kedalam layar, dan ini dilakukan dengan sangat baik dalam film ini. Kekompleks-an cerita dalam bukunya mampu tertuang dengan baik, jika ini dilakukan pada dua film sebelumnya (minimal menambah durasi film) mungkin akan membantu penonton yang belum membaca bukunya untuk lebih mengerti kompleks-nya hubungan Katniss - Peeta - Gale. Sebuah love triangle yang jauh lebih sweet daripada cerita Bella - Edward - Jacob yang penuh ke-lebay-an itu.


Sisi negatifnya kita harus menunggu cukup lama untuk menonton kelanjutannya walau memang disisi bisnis tentu saja lebih menguntungkan. Saya pribadi lebih memilih durasi panjang dibandingkan harus membagi film seri seperti ini menjadi dua part.

Dari berbagai sisi film ini cukup rapih, tidak ada yang dikeluhkan dari segi efek visual, cerita, musik, cast, semua melanjutkan seri keduanya yang sudah sangat baik. Nilai lebih untuk scoring nya, aransemen musik yang pas, dan nada khas Mockingjay yang disenandungkan sepanjang film mampu membangun mood dan emosi penonton. Jennifer Lawrence memang dilahirkan untuk memerankan Katniss, padanannya mungkin D.Radcliffe sebagai Harry Potter.


Overall seri ketiga ini sanggup memuaskan pembaca novel Hunger Games dan pastinya menarik bagi para penikmat film Hunger Games sebelumnya, walaupun cerita akan terpotong secara nanggung ditengah jalan. Sequel yang cukup solid dan layak dinanti...
happy watching.

MMDB : 90/100 



Minggu, 16 November 2014

Begin Again [2013] - Movie Review


Reaksi pertama setelah selesai menonton film ini pada umumnya adalah membuat kita mencari (mendownload) original soundtrack nya, karena lagu-lagu di film ini sangat-sangat keren!!!

Begin again, seperti kebanyakan film anti mainstream lainnya tidak dapat kesempatan untuk tayang di bioskop-bioskop kesayangan di kota anda, padahal "the idea" untuk menonton film dengan scoring, original soundtrack dan sinematografi seindah ini di bioskop sungguh sangat amat menyenangkan. Begin again bisa dibilang versi indie dari film RomCom "Music & Lyric" (Hugh Grant - Drew Barrymore) yang hadir lebih jujur dan tanpa sugar coating khas Hollywood.

Berkisah tentang dua orang "patah hati" yang dipertemukan oleh "takdir", Gretta (Keira Knightley) adalah seorang song writer berbakat dan idealis yang baru saja mengalami tragedi percintaan, sedangkan Dan (Mark Ruffalo) seorang produser rekaman veteran yang sedang terpuruk dan baru saja dipecat, pertemuan keduanya diceritakan dengan unik dalam alur tidak linier yang mengawali film ini.

Dari sana kita mulai dibawa dalam cerita film yang sebenarnya tidak sulit ditebak mengenai perjuangan keduanya membuat sebuah album indie berlatar kota New York. Seperti RomCom lain hubungan kedua tokoh utama mulai berkembang, tetapi Begin Again tidak lantas terjebak dalam repertoire khas film-film komedi romantis. Dibalut sederetan soundtrack yang sangat pas mengisi tiap adegan di film ini, yang bahkan dinyanyikan sendiri oleh Keira Knightley dan tentu saja Adam Levine, menjadikan Begin Again salah satu film bertema musik terbaik yang pernah saya tonton.



Keira Knightley seperti biasa tampil begitu lovable dengan senyum khasnya dan aksen British yang menggemaskan, menyanyikan lagu-lagu yang tampil di film ini sendiri, Keira tampil begitu meyakinkan sebagai musisi dan penulis lagu. Mark Ruffalo juga tampil sangat baik memerankan seorang washed out music producer dan ayah dengan rumah tangga kacau balau. Serta yang tidak kalah penting penampilan perdana Adam Levine dalam sebuah full Movie juga patut diacungi jempol, apalagi saat membawakan lagu "Lost Stars" its Amazing!!!

Adalah John Carney sutradara asal Irlandia yang sukses dengan Film low budget "Once" di negaranya yang menggawangi film ini. Dibawah arahanya Begin Again sukses tampil lebih Edgy namun tetap mudah untuk diikuti, tetap lucu, menyentuh sekaligus romantis dengan caranya sendiri.

MMDB : 90/100